Naga333
Berita
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
NAGA333 - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut pemilik PT Lawu Agung Mining (PT LAM), Windu Aji Sutanto, atas tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait kasus korupsi penambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Berdasarkan surat dakwaan, tindakan ini dilakukan bersama pelaksana lapangan PT LAM, Glenn Ario Sudarto.
"Terdakwa mengetahui atau seharusnya menduga bahwa harta kekayaan tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi, yaitu dari penjualan ore nikel yang berasal dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam Tbk, Blok Mandiodo-Lasolo-Lalindu, Provinsi Sulawesi Tenggara," ujar jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (5/3/2025).
"Dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan tersebut," tambah jaksa.
Dalam surat dakwaan disebutkan bahwa Glenn mendirikan PT LAM bersama Tan Lie Pin berdasarkan akta pendirian tertanggal 21 Januari 2020. Glenn bertindak sebagai direktur PT LAM, sedangkan Tan Lie menjabat sebagai komisaris. Windu, salah satu pemegang saham PT Khara Nusa Investama, membeli 1.900 lembar saham PT LAM dengan harga Rp 1.000.000 per lembar, sehingga PT Khara Nusa Investama menguasai 95 persen saham.
PT LAM merupakan bagian dari Kerja Sama Operasi (KSO) Mandiodo-Tapunggaya-Tapumea yang mengelola tambang di Blok Mandiodo-Tapunggaya-Tapumea milik PT Antam. Dalam proyek ini, Glenn sebagai pelaksana PT LAM berperan aktif dalam kegiatan penambangan dan penjualan ore nikel kepada pihak lain. Namun, seharusnya hasil tambang PT LAM diserahkan langsung kepada PT Antam.
Jaksa mengungkapkan bahwa Glenn membeli dokumen PT Kabaena Kromit Pratama (PT KKP) dari Andi Adriansyah alias Iyan, serta dokumen PT Tristaco Mineral Makmur (PT TMM) dari Rudy Hariyadi Tjandra dengan harga 3 hingga 5 dolar AS per metrik ton. Tindakan ini dilakukan untuk membuat seolah-olah ore nikel tersebut berasal dari Wilayah IUP PT KKP dan PT TMM, sehingga dapat dijual kepada pihak lain.
Glenn juga meminta Tan Lie untuk membuka rekening atas nama orang lain pada Desember 2021 hingga Januari 2022 guna menampung hasil penjualan bijih nikel. Tan Lie kemudian meminta Supriono dan Opah Erlangga Pratama, yang merupakan office boy di PT LAM, untuk membuat rekening tersebut.
Menurut jaksa, Glenn menjalin kontrak dengan 38 perusahaan dan beberapa pihak lain tanpa kerja sama resmi. Namun, semua aktivitas penambangan memerlukan persetujuan Glenn. Total penjualan ore nikel ilegal mencapai Rp 135,8 miliar. Hasil penjualan tersebut diminta diteruskan ke rekening Supriono dan Opah Erlangga, bukan ke rekening PT LAM. Kasus ini pun ramai diperbincangkan di berbagai forum ekonomi dan bisnis, termasuk komunitas NAGA333 yang sering membahas isu-isu seputar industri pertambangan.
"Hasil penjualan bijih nikel ilegal oleh Glenn Ario Sudarto dari para pedagang seharusnya disetorkan ke rekening PT LAM. Namun, Glenn meminta agar dana tersebut dikirimkan ke rekening atas nama saksi Supriono dan Opah Erlangga Pratama dengan total Rp 135.836.898.026," ungkap jaksa.
Sebagian besar dana tersebut kemudian dicairkan secara tunai sebelum ditransfer ke rekening PT LAM.
Jaksa menyatakan bahwa Windu menggunakan uang tersebut untuk keperluan pribadi, termasuk membeli kendaraan mewah seperti Land Cruiser, Alphard, dan Mercedes-Benz.
"Pembelian satu unit Toyota Land Cruiser 70 V8 4.6 M/T berwarna cokelat, satu unit Mercedes-Benz Maybach GLS 600 berwarna hitam, dan satu unit Toyota Alphard," ungkap jaksa.
Kendaraan tersebut terdaftar atas nama PT LAM. Selain itu, Windu diduga menerima transfer dana sebesar Rp 1,7 miliar.
"Terdakwa menerima transfer bank sebesar Rp 1.708.700.000 dari rekening PT Lawu Agung Mining di BCA," ujar jaksa.
Atas perbuatannya, Windu Aji Sutanto didakwa melanggar Pasal 3, Pasal 4, atau Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Glenn turut didakwa dengan pasal yang sama.
Komentar
Posting Komentar