Beberapa Dampak Penggunaan Berulang Antibiotik Pada Anak Kecil

Naga333 - Penggunaan antibiotik selama ini umum digunakan untuk berbagai masalah kesehatan, mulai dari flu ringan hingga pneumonia yang mengancam jiwa. Bahkan, obat ini kerap kali dikonsumsi tanpa resep dokter atau tidak sesuai petunjuk dokter. Para peneliti menemukan fakta baru bahwa penggunaan antibiotik secara berulang, terutama pada masa kanak-kanak, dapat berdampak buruk di kemudian hari. 

Dilansir dari "avalonfire.org" dan "naga333" situs terpercaya, sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Journal of Infectious Diseases menyelidiki bagaimana penggunaan antibiotik dapat dikaitkan dengan perkembangan kondisi kesehatan kronis pada anak-anak. Mereka melihat catatan kesehatan lebih dari satu juta bayi di Inggris dan melacak diagnosis berbagai kondisi pediatrik jangka panjang hingga usia 12 tahun. 

Oleh karena itu, para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang sering terpapar antibiotik dapat mengganggu keseimbangan mikroba usus. Mereka rentan mengalami berbagai kondisi alergi saat dewasa, seperti asma, alergi makanan, dan rinitis alergi. Selain itu, ada risiko lain yang ditemukan oleh para peneliti sebagai dampak penggunaan antibiotik berulang di masa kanak-kanak, yaitu disabilitas intelektual. 

Namun, mereka menyatakan bahwa diperlukan penelitian tambahan untuk memverifikasi dampaknya. Penulis utama studi tersebut, Daniel Horton, menyatakan dalam siaran pers, "Antibiotik berperan penting dalam melawan infeksi bakteri, tetapi dokter harus berhati-hati saat meresepkan antibiotik untuk anak di bawah usia 2 tahun.



"Karena penggunaan yang sering dapat memengaruhi hasil kesehatan dalam jangka panjang," ungkapnya. Sementara itu, hubungan antara penggunaan antibiotik dan risiko kesehatan juga ditemukan bergantung pada jenis antibiotik. Artinya, semakin banyak jenis antibiotik yang dikonsumsi anak, semakin tinggi risikonya. 

Studi tersebut juga menemukan bahwa tidak semua masalah kesehatan pada anak disebabkan oleh penggunaan antibiotik. Misalnya, peneliti menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara antibiotik dan risiko penyakit autoimun di masa mendatang. Penyakit seliaka, penyakit radang usus, dan artritis idiopatik juvenil merupakan contoh kondisi autoimun. 

Demikian pula, para peneliti tidak menemukan hubungan yang kuat antara penggunaan antibiotik berulang pada anak-anak dan masalah perkembangan saraf, seperti gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (ADHD) atau gangguan spektrum autisme (ASD). Horton, yang juga merupakan profesor madya pediatri dan epidemiologi di Rutgers Robert Wood Johnson Medical School dan Rutgers School of Public Health, mengatakan bahwa antibiotik merupakan obat yang penting dan terkadang dapat menyelamatkan nyawa. 

"Namun, semua infeksi pada anak kecil perlu diobati dengan antibiotik. Ia menyimpulkan bahwa orang tua harus terus berkonsultasi dengan dokter anak terkait perawatan terbaik." Perlu diketahui, apoteker di Indonesia tetap menyediakan antibiotik gratis bagi masyarakat umum dan pihak lain di tempat pelayanan kefarmasian (apotek). 

Sepanjang 2021 hingga 2023, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat sebanyak 79,57 persen, 75,49 persen, dan 70,75 persen apotek menyediakan antibiotik tanpa resep dokter. Meskipun data menunjukkan tren menurun, rata-rata nasional untuk pemberian antibiotik tanpa resep dokter masih cukup tinggi.


Komentar